Monday, September 27, 2010

NEGARA HUKUM

Negara Hukum


Negara hukum tidak dapat diwujudkan apabila kekuasaan negara masih bersifat absolut atau tidak terbatas, karena pada paham negara hukum terdapat keyakinan bahwa kekuasaan negara harus di jalankan atas dasar hukum yang baik dan adil.[1] Jadi pada negara hukum dapat dipahami, bahwa hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah tidak berdasarkan kekuasaan belaka, melainkan berdasarkan suatu norma obyektif yang mengikat pihak yang memerintah. Adapun yang dimasud dengan norma obyektif adalah hukum yang tidak hanya berlaku secara formal tetapi juga dipertahankan ketika berhadapan dengan idea hukum.[2]
Jika dilihat dari perkebangan tradisi hukum, terdapat dua gagasan negara hukum, yaitu negara hukum dalam tradisi Eropa Kontinental yang disebut rechtsstaat dan negara hukum dalam tradisi Anglo Saxon yang disebut rule of law.

Pada negara Eropa Kontinental kedua istilah itu digunakan dengan cara yang berbeda antara satu negara dan negara lainnya. Di Perancis, istilah yang populer adalah etat de droit. Sementara Belanda menggunakan istilah yang sama, yaitu rechtsstaat.

Keberadaan paham Rechtsstaat didasarkan pada filsuf liberal yang individualistik maka ciri individualistik yang sangat menonjol adalah pemikiran atau paham Eropa Kontinental sehingga disebut paham negara hukum liberal. Pemikiran konsep negar hukum ini diintroduksir oleh Immanuel Kant yang kemudian pemikiran Kant disempurnakan oleh Friederich Julius Stahl.[3] Paham negara hukum ditandai dengan unsur-unsur yakni (1) pengakuan adanya hak-hak asasi manusia (grondrechten); (2), pemisahan kekuasaan (Scheiding van machten); (3), pemerintahan berdasar atas undang-undang (wetmatigheid van  bestuur); dan (4) peradilan administrasi (administratieve rechtspraak).

Sedangkan paham Rule of law berkembang diawali pada praktik ketatanegaraan masa pemerintahan Henry II tahun 1164 menghasilkan Constitution of Clarendom yang kemudian disusul pada tahun 1215 dengan Magna Charta yang isinya tentang pembatasan atas kekuasaan raja. Magna Charta ini merupakan embrio penyusunan Bill of Rights, yakni piagam yang menjamin hak- hak asasi  warga negara, dan pengaturan tentang kewajiban raja untuk menaati hukum. Paham negara hukum di negara Anglo Saxon dari Inggris ini dipelopori oleh AV Dicey (1885) dengan sebutan Rule of Law. Sebagaiman dijelasakan oleh John Alder paham Rule of law Dicey memiliki tuga ciri. 1). The absolute supremacy or predominance of `regular’ law as opposed to the influence of arbitrary power and the absence of discretionary authority on the part of government. No man is punishable or can be lawfully made to suffer in body or goods except for a distinct breach of law established in the ordinary legal manner before the ordinary courts. 2) Equality before the law. All persons whether high. official or ordinary citizen are subject to the same law administered by ordinary  courts. 3) The constitution is the result of the ordinary law of the land developed by the judges on a case by case basis. It is thus woven into the very fabric of the law and not superimposed from above. This is essentially a defence of our unwritten constitution”.[4] Dengan istilah sederhana sering dijabarkan sebagai berikut (1), supremasi hukum (supremacy of law), (2), persamaan di depan hukum (equality before the law) dan, (3), konstitusi yang didasarkan pada hak-hak perseorangan (constitution based on individual rights)[5]
Beberapa ahli Indonesiapun memberikan pendapat tentang ciri yang harus ada dalam negar hukum. Frans Magnis Suseno menyatakan bahwa negara hukum mempunyai empat ciri. Pertama, pemerintah bertindak semata-mata atas dasar hukum yang berlaku. Kedua, masyarakat dapat naik banding di pengadilan terhadap keputusan pemerintah dan pemerintah taat terhadap keputusan hakim. Ketiga, hukum sendiri adalah adil dan menjamin hak-hak asasi manusia. Keempat, kekuasaan hakim bersifat independen dari kemauan pemerintah.
Menurut Sri Soemantri unsur-unsur terpenting negara hukum ada empat, yaitu (1). bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan; (2) adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara); (3). adanya pembagian kekuasaan dalam negara; (4) adanya pengawasan dari badan-badan peradilan.[6]
Selain itu menurut Jimly Asshiddiqie, terdapat dua belas prinsip pokok negara hukum. Kedua belas prinsip pokok itu merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya suatu negara modern sehingga dapat disebut negara hukum dalam arti yang sebenarnya. Adapun duabelas prinsip tersebut adalah (1) supermasi hukum (supermacy of law), (2) persamaan dalam hukum (equality before the law), (3) asas legalitas (due process of law), (4) pembatasan kekuasaan, (5) organ-organ eksekutif independen, (6) peradilan bebas dan tidak memihak, (7) peradilan tata usaha negara, (8) peradilan tata negara (constitusional court), (9) peradilan hak asasi manusia, (10) bersifat demokratis (democratische rechtsstaat), (11) berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan negara (welfare rechtsstaat), dan (12) transparansi dan kontrol sosial.[7]
Terakhir menurut pendapat Bagir Manan, unsur-unsur dan asas-asas dasar negara hukum adalah sebagai berikut.[8](1) Pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia yang berakar dalam penghormatan atas martabat manusia (Human Dignify). (3) Asas kepastian hukum. Negara hukum bertujuan untuk menjamin bahwa kepastian hukum terwujud dalam masyarakat. (4) Asas Similia Similibus (asas persamaan). Dalam negara hukum, pemerintah tidak boleh mengistimewakan orang tertentu (harus non-diskriminatif). (5) Asas demokrasi. Asas demokrasi memberikan suatu cara atau metode pengambilan keputusan. Asas ini menuntut bahwa setiap orang harus mempunyai kesempatan yang sama untuk mempengaruhi tindakan pemerintahan. (6) Pemerintah dan pejabat pemerintah mengemban fungsi pelayanan masyarakat.

Apakah Indonesia merupakan Negara Hukum, secara sederhana dapat dijawa bahwa Indonesai Negara Hukum. Konsep negara hukum di Indonesia secara konstitusional ada sejak berlakunya Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu terbukti dalam Penjelasan UUD 1945, yang mengatakan bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka” (Machtsstaat). Namun, untuk lebih mencerminkan ciri khasnya istilah “negara hukum” ini diberi tambahan “Pancasila”, sehingga menjadi “negara hukum Pancasila”. Setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945, yakni hasil perubahan pertama hingga keempat, dipertegas lagi dengan kalimat “Indonesia  adalah negara hukum”. Hal ini semula hanya ada di dalam penjelasan diubah menjadi di dalam batang tubuh, yakni dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”.


[1] Franz Magnis Suseno, Etika Politik (Pinsip-prinsip moral dasar kenegaran modern), Cet. 7., (Jakarta: PT Gramedia, 2003), hlm. 295.
[2] Ibid.
[3] Padmo Wahyono, Pembangunan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Ind-Hill Co, 1989), hlm. 30.
[4] John Alder, Constitutional and Adminitrative Law, (London: Macmillan Educations ltd, 1989), hlm. 43.
[5] A.V. Dicey, An Introduction to the study of the Law of the Constitution, (London: English Language Book Society and MacMillan, 1971), hlm. 223-224.
[6] Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 29-30.
[7] Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sekretariatan Jendral dan Kepaniteraan Konstitusi RI, 2006), hlm. 154-161.
[8] B Arief Sidharta, “Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum”, Jentera, (Edisi 3 Tahun II, November 2004): 124-125.

0 komentar :

Post a Comment

 
;